Ada Mutu Ada Harga

Harga beli kakao fermentasi dan non fermentasi ditingkat petani masih sama, hampir tidak ada perbedaan. Dari segi lain, petani kakao juga jarang melakukan proses pengeringan biji kakao sampai kadar air 7,5 % (SNI Kakao).  Biji berjamur, banyak kotoran (sampah) sangat identik dengan kualitas biji kakao Indonesia yang selalu mendapatkan potongan harga dipasaran nasional maupun internasional.


Di pihak lain Pemerintah kita telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai standar mutu yang harus dipenuhi oleh para produser untuk meningkatkan daya saing  mutu kakao Indonesia, salah satu melalui fermentasi kakao.

Secara ekonomi, istilah ada mutu ada harga mungkin sering kita dengar tetapi istilah itu sepertinya belum berlaku pada harga kakao fermentasi dan non fermentasi.

Saya sering bertanya kepada petani kakao khususnya di Aceh, "Mengapa biji kakaonya tidak mau difermentasi?", Hampir semua petani memberikan jawaban yang sama "harga kakao fermentasi dan non fermentasi sama saja, jadi untuk apa fermentasi?".

Seperti yang umum dalam siklus alur pembelian kakao yang ada pada saat ini, bahwa kakao petani dibeli oleh pedagang lokal (pedagang keliling) yang tidak peduli kakao tersebut difermentasi atau tidak. Malahan para pedagang sering menyampaikan informasi mengenai harga kakao yang menyudutkan petani. Pasaran harga kakao lagi turun, itu yang sering dikatakannya pada petani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Padahal harga kakao yang turun hanya ditingkat pedagang lokal akibat spekulasi harga yang dilakukan oleh pedagang lokal, sementara harga untuk pasaran internasional relatif stabil. Untuk pasaran nasional dan  internasional khususnya, daya beli kakao fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan kakao non fermentasi. Apalagi untuk pasaran Eropa, para buyer (pedagang) hanya membeli kakao yang telah difermentasi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dengan harga pasaran kakao internasional.

Seharusnya pemerintah bisa menjamin adanya peningkatan harga kakao fermentasi dengan kakao non fermentasi seiring dengan di canangkannya  program perbaikkan/peningkatan mutu dan produktifitas kakao Indonesia. Salah satunya adalah dengan memutuskan rantai nilai (value chain) yang panjang yang ada dari petani sampai ke pembeli akhir. Karena bila hal ini tidak dilakukan, harga beli ditingkat petani akan selalu rendah dan keuntungan hanya dinikmati oleh para pedagang.

Disamping itu penguatan kelembagaan petani juga harus dilakukan. Koperasi adalah salah satu bentuk kelembagaan petani yang sesuai dengan program Pemerintah. Koperasi juga bisa melakukan usaha perdagangan jual beli kakao. Bila koperasi bisa menjual kakao langsung ke pembeli/pedagang akhir (tanpa pihak ketiga) maka secara tidak langsung koperasi akan membeli kakao petani anggotanya dengan harga yang lebih baik juga.

Koperasi bisa menjamin kakao fermentasi petani dibeli dengan harga yang layak sehingga petani kakao mau melakukan fermentasi kakao. Dengan kondisi seperti ini mudah-mudahan bisa memberikan kesejahteraan kepada petani kakao kita dan istilah ada mutu ada harga bisa berlaku pada kakao fermentasi.

Semoga bermanfaat.

2 komentar:

hobby mengatakan...

good post friend. sy suka jg judulnya nih.. salam. dtunggu koment baliknya ok. salam

Anonim mengatakan...

harga kakao fermentasi /kg berapa ya pak, sy punya barang dg mutu yg bagus tpi ga tau mau jual kemana... mohon informasinya pak
hormat saya
yeyen (085696078884)

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan dan Komentar Sobat.
Salam Blogger.